Rabu, 01 Agustus 2018

KLAIM SEJARAH


Oleh
Y. Setiyo Hadi
Boemi Poeger Persada



Upaya merekonstruksi atau menuliskan berbagai peristiwa pada masa lalu, dengan kalimat singkat “menulis kembali sejarah”, sangat mulia dilakukan. Mulia karena sejarah memiliki peran dalam menentukan kondisi kini dan masa depan.

Upaya membalikkan bahwa dulu kalah, sekarang ditulis menang, dulu suatu wilayah tidak ada atau kecil, pada masa kini diupayakan ditulis dulunya besar atau setidaknya upaya mengklarifikasi kekalahan-kekalahan di masa lalu. Di sinilah letak menodai kemulian dari upaya “menulis kembali sejarah” dan terjebak pada kesalahan dalam klaim sejarah.

Sah-sah saja setiap orang mengajukan klaim atas sejarah. Klaim sendiri merupakan tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu, atau suatu pernyataan tentang suatu fakta atau kebenaran sesuatu.

Klaim atas suatu peristiwa sejarah untuk menguatkan jati diri kelompok memang dibenarkan, namun harus memenuhi kaidah-kaidah sehingga tidak terjadi kesalahan dalam klaim tersebut sehingga berdampak pada pengaburan terhadap fakta sejarah yang terjadi.

Salah satu kesalahan dalam melakukan klaim sejarah, yang sering dan umum terjadi, adalah kesalahan bukti yang spekulatif. Klaim sejarah harus dibuktikan secara empiris, karena sejarah merupakan suatu yang empiric, sehingga tidak boleh ada bukti yang di luar jangkauan kajian sejarah.

Bila tidak ditemukan bukti sejarah atau tidak ada bukti sejarah, klaim sejarah harus berani mengakui bahwa itu berada di luar jangkauan dari klaim sejarah. Apa yang tidak dapat diverifikasi dari kajian sejarah, tidak ada klaim sejarah.

Demikian lika-liku dari keberadaan dari suatu klaim sejarah yang tidak luput dari beberapa keliruan yang muncul dari proses klaim sejarah tersebut.

Boemi Poeger, 2 Agustus 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar